Belakangan ini lagi rame berita soal TikTok Shop yang diminta untuk ditutup. Salah satu alasannya karena dinilai udah ngerugiin pedagang UMKM. Apa iya cerita sebenernya kayak gitu? Kok ada yang bilang kalo itu salah kaprah ya? Kita bahas aja deh yuk!
Jadi kemaren Pemerintah lewat Kementerian Perdagangan nerbitin Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik per 26 September 2023. Permendag ini dibikin untuk ngejawab keluhan adanya praktik nggak sehat dalam perdagangan online, terutama di TikTok Shop yang akhirnya dianggap ngerugiin UMKM.
“Permendag ini bertujuan untuk menciptakan ekosistem e-commerce yang adil, sehat, dan bermanfaat dengan memperhatikan perkembangan teknologi yang dinamis. Permendag ini juga bertujuan untuk mendukung pemberdayaan UMKM," kata Pak Mendag Zulkifli Hasan.
Isinya ada beberapa statement. Tapi singkatnya, aturan di Permendag No.31 ini negesin kalo di TikTok Shop udah nggak boleh lagi ada transaksi jual beli. Social Commerce ini cuma boleh beriklan atau promosi. Anyway, kenapa fokusnya ke TikTok Shop ya? Nah, gini ceritanya, Bro.
Gue rangkum dari CNN dan Kompas, para pedagang UMKM, terutama di Tanah Abang ngeluh kalo sekarang udah nggak serame dulu. Dampaknya keliatan. Banyak toko yang bangkrut dan sampe dikasih surat peringatan terbuka sama pengelola pasar. Toko-toko yang bertuliskan segel "Ditutup Sementara", peringatan untuk segera bayar iuran, bahkan sampe yang tutup total itu udah banyak di tiap lantai. Tunggakannya macem-macem, malah ada yang sampe Rp35 juta.
Nahhhh, berita yang beredar, sepinya Tanah Abang ini katanya karena banyak orang yang milih belanja di TikTok Shop. Makanya bunyi beritanya para pedagang UMKM di Tanah Abang minta TikTok Shop untuk ditutup. Berita ini sempet rame dibahas netizen. Komentarnya terbelah, ada yang pro dan ada yang kontra.
Yang vokal teriak kontra itu warganet yang ngakunya kerja di bidang tersebut. Salah satu pengguna Twitter X ada yang ngungkap kalo dirinya jadi kehilangan pekerjaan sebagai Livestreaming TikTok karena adanya kebijakan pelarangan transaksi di TikTok Shop seperti gue sebutin di atas.
"Thank you udah ngelarang Tiktok Shop jualan, per malam ini, i lost my job, officially hehe. Apa pemerintah ga mikirin juga sama orang-orang yg emang rezeki nya dari Tiktok Shop? harus nya buatin regulasi yang jelas, bukan malah dilarang hehe makasih, saya nganggur," katanya.
Beberapa yang kontra juga ada yang mempertanyakan, "Lagian kenapa sih gak pada belajar dagang online? Banyak orang udah males belanja offline karena bisa online," kata salah satu warganet lainnya.
Well, sebenernya nih, Bro, Kominfo udah sempat usul pedagang UMKM belajar TikTok Shop. Jadi waktu itu Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi manggil beberapa pihak TIktok buat ngajarin beberapa pedagang UMKM untuk dagang online. "Justru kemarin saya panggil TikTok, dua hari lalu, suruh latih teman-teman pedagang UMKM untuk berjualan lewat platform media sosial," ungkap Budi dikutip CNN.
Menurut Pak Menteri, kemajuan teknologi nggak bisa dihindari. Pedagang yang punya toko offline atau fisik harus dilengkapi kemampuan dagang online. "Kalau pedagang Tanah Abang mengeluh, nanti kita latih bisa berjualan dua metode offline dan online, gitu loh," tuturnya. Sama kayak yang pernah dibilang sama Pengamat Ekonomi Digital, Ignatius Untung Surapati. Menurut si Bapak, TikTok Shop itu nggak merugikan UMKM, justru sebaliknya, karena bisa buka pelyuang cara berjualan baru.
"Social commerce itu tidak merugikan UMKM. Banyak UMKM yang jualannya luar biasa, ya karena adanya social commerce. Social Commerce itu nggak punya dampak negatif apa pun terhadap UMKM," katanya. Sampe di sini gue setuju sama statement itu. Masalahnya adalah Social Commerce ini menyalahi aturan PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik). Hal ini yang sebenernya dikeluhin sama temen-temen pedagang.
Gini, sesuai aturan yang diundang-undangin, e-commerce dan sosial media ini udah punya fungsi masing-masing. Kan udah jelas kalo platform e-commerce ya untuk bersosialisasi, sedangkan e-commerce ya untuk belanja. Jadi mereka mempertanyakan kenapa ada fungsi ganda kayak TikTok Shop yang sebenernya berizin Social Commerce? Makanya seperti gue spill di atas tadi, pemerintah akhirnya negesin kalo sekarang udah nggak boleh lagi ada transaksi di social media.
Tapi ya itu tadi, kebijakan ini pun nggak semuanya setuju. Beberapa pedagang atau brand yang berjualan di TikTok Shop pada faktanya nggak selancar yang dibayangkan. Hal ini pernah dispill juga sama salah satu pengguna TikTok Shop yang kemudian viral setelah diliput CNN. Dia cerita pernah ngoceh-ngoceh selama 3 jam full, tapi tetep nggak ada yang beli produknya.
"Iya betul ada yang berhasil, tapi saya kira lebih banyak juga yang nggak (berhasil)," katanya. Di konteks ini, dia pun mempertanyakan kenapa banyak orang menilai TikTok Shop bikin rugi pedagang UMKM? Faktanya jualan di TikTok Shop juga belum tentu menguntungkan. Ada banyak syarat yang harus dipatuhi yang kalo dilanggar bisa bikin akun brand atau pedagang tersebut di-banned!
Well, again, gue rasa kayaknya ini bukan soal digitalisasi. Ini lebih kepada penyalahgunaan izin dan tentang persaingan harga yang nggak sehat. Ya soalnya, di TikTok Shop, lo bisa dengan mudahnya nemuin produk yang harganya di bawah grosir. Inilah yang bener-bener dikeluhin para pedagang nggak sih? Hal ini juga udah dibuktiin sendiri sama Pak Mendag waktu sidak ke Tanah Abang.
"Jadi grosir beli, harga Rp 7 ribu. Di online jual di TikTok itu ada yang jual Rp4 ribu. Itu namanya predatory pricing, pasti kalah harga ya kan," pungkasnya.
Hmmm... rumit juga ya? Siapa sih yang nggak tertarik sama harga murah? Nggak perlu repot ke toko fisiknya pula. Kalo menurut lo gimana, Bro? Coba dong tuang pendapat lo sebagai generasi muda di kolom komentar.