Lo udah pernah ke Baduy belum? Baru-baru ini di media sosial lagi rame soal warga Baduy yang minta sinyal internet di daerahnya dimatiin. Permintaan ini disampein sama Kepala Desanya lewat email ke Bupati Lebak. Emang ada apa sih? Buat lo yang belum paham, kita bahas deh yuk.
Singkatnya, Baduy yang semestinya ditulis Badui, adalah sekelompok masyarakat adat yang tinggal di wilayah pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Sejak dulu, mereka memang menutup diri dari dunia luar. Mereka menolak segala bentuk modernisasi seperti kehadiran teknologi, termasuk internet, khususnya buat penduduk Badui Dalam.
Jadi memang ada dua kelompok masyarakat Badui, yaitu Badui luar dan Badui dalam. Banyak hal yang membedakan mereka, tapi paling gampang ya lo bedain aja dari warna bajunya. Kalo Badui Luar itu bajunya warna hitam, sedangkan Badui Dalam yang warnanya putih tulang.
Nah, minggu lalu email bertanda tangan Kepala Desa Kanekes, Saija, viral di medsos. Intinya, pesan tersebut berisi dua poin:
Kalo gue lansir dari Kompas, surat ini ternyata dibuat berdasarkan hasil rapat besar antar Barisan Kolot di Badui. Mereka dengan keras nggak setuju dengan adanya dua tower sinyal internet yang memancar langsung ke wilayah mereka. Kepala Desanya bilang kalo sekarang jadi banyak warganya, terutama Badui Luar yang punya hape berakses internet.
Menurutnya, internet itu ngasih dampak negatif. Generasi penerus mereka jadi kepapar banyak konten nggak mendidik yang bertentangan sama adat. Pokoknya, kalo hal ini dibiarin, bisa-bisa ngerusak generasi penerus deh.
Meski menolak keras, Saija mengakui kalo kehadiran internet memang memudahkan beberapa warganya, terutama Badui Luar. Apalagi banyak warga Badui Luar yang saat ini menjalani usaha seperti berdagang dan sebagainya, di mana hal itu bisa jadi lebih mudah dengan adanya internet. Makanya, Saija juga bilang kalo memang penghapusan internet di Badui Luar sulit dilakukan, ya paling nggak di Badui Dalam aja yang bener-bener dimatiin.
Nah, hal ini ternyata ngundang banyak respons dari warganet. Sebagian setuju karena gimana pun juga, keputusan warga Badui untuk menolak kehadiran teknologi adalah hak mereka. Ada juga yang bilang permintaan ini bagus banget agar menjaga kearifan lokal di sana.
Ditambah lagi, tingkah wisatawan nakal yang diem-diem mendokumentasikan Badui ke media sosial juga bikin resah. Padahal sejatinya, warga Badui nggak suka didokumentasikan. Kalo pun mau ngambil foto atau video, ya harus izin dulu.
Makanya warga Badui sendiri sebenernya menolak istilah "Desa Wisata" atau "Desa Pariwisata" buat mendeskripsikan kampung mereka. Alih-alih wisata, masyarakat Badui lebih memilih memperkenalkan istilah "Saba Budaya Badui", yang bermakna "Silaturahmi Kebudayaan Badui" buat siapapun yang datang ke sana.
Hmm... lo pernah ke Badui nggak, Bro? Kalo belum, mungkin akan lebih mudah memahami polemik ini kalo lo dateng dulu ke sana. Tapi buat yang udah pernah, gimana pendapat lo soal ini?
Share dong di komen. Soalnya sampe sekarang pun, topik ini masih jadi perdebatan di media sosial, nggak terkecuali dari kalangan Gen Z. Ya sambil berandai-andai aja, kira-kira lo bisa nggak kalo tanpa internet?